Kamis, 20 Januari 2011

bagaimana mengurus surat cerai yang hilang?

anda bisa mengurusnya ke pengadilan dmn perceraian itu diputuskan, bawalah data diri orang tua nada dan lebih bagus lagi jika anda mempunyai nomor putusan perkara dimaksud, membawa juga akta notaris yang mencantumkan nomor perkara itu pada saat mengurus penjualan tanah di ciganjur juga lebih baik...

Perceraian Dalam Islam

Pernikahan adalah rahmat dan nikmat dari Allah subhanahu wata’ala, yang dengan pernikahan itu manusia merasakan kasih sayang, kedamaian, kelembutan dan nikmatnya kehidupan. Namun di sisi lain tidak setiap orang yang membina rumah tangga akan mendapatkan apa yang tersebut di atas. Bahkan hampir dipastikan bahwa setiap rumah tangga akan menghadapi berbagai problem, keretakan dan gesekan yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Masalah rumah tangga terkadang dapat diatasi dan diselesaikan dengan biak, namun terkadang sangat sulit diselesaikan sehingga semakin hari semakin besar dan berlarut-larut dan tak jarang yang akhirnya berujung dengan perceraian.

Maka merupakan nikmat dan rahmat dari Allah subhanahu wata’ala juga, bahwa manusia tidak dibebani oleh Allah dengan sesuatu yang dia tidak mampu memikulnya. Oleh karena itu ketika kehidupan rumah tangga yang tadinya merupakan nikmat telah berubah menjadi bencana, prahara dan bahkan seperti neraka maka talak bisa jadi merupakan rahmat yang dapat membebaskan suami istri dari prahara tersebut. Ini jika suami istri memandang bahwa permasalahan sudah menemui jalan buntu dan kedua belah pihak atau salah satunya benar-benar sudah menghendaki perpisahan.

Sebelum kedatangan Islam, manusia menalak istrinya semau-maunya dan kapan saja dia ingin. Kemudian datanglah Islam dengan membawa aturan yang jelas dan rinci tentang kapan talak itu diperlukan, kapan waktunya, berapa bilangan talak dan lain sebagainya. Namun meski diatur sedemikian, talak merupakan perbuatan halal yang paling dibenci Allah, dan hukum asal talak adalah makruh (dibenci) karena akan mendatangkan berbagai madharat atau dampak negatif terhadap istri dan anak-anak. Maka talak tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa serta dengan pertimbangan akan adanya kebaikan yang didapat setelah terjadi talak tersebut. Suami hendaknya memperhatikan firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS.al-Baqarah:229)

Talak mempunyai landasan syar’i dari al-Kitab, as-Sunnah dan ijma’ serta dia terkait juga dengan hukum yang lima, haram, makruh, wajib, sunnah dan mubah. Talak diharamkan jika istri sedang dalam keadaan haid, dan makruh jika dilakukan dengan tanpa sebab yang jelas padahal rumah tangga secara umum masih dalam kondisi stabil, dan talak bisa jadi wajib jika perselisihan suami istri sudah parah dan hakim atau penengah memandang bahwa talak adalah jalan yang terbaik. Dan ia sunnah atau mandub jika istri banyak melanggar larangan Allah atau banyak melakukan kemaksiatan seperti terus mengakhirkan shalat wajib dan tidak mau diingatkan suaminya serta mubah jika sang suami tidak suka terhadap kelakuan dan perlakuan istrinya sehingga menyebabkan suami tidak ada kecondongan lagi serta merasa tidak nyaman terhadapnya.

Apabila seorang suami sudah bertekad dan memutuskan untuk menalak istrinya maka hendaknya ia memperhatikan adab-adab sebagai berikut:

Memperhatikan maslahat di dalam menjatuhkan talak, setelah melalui pertimbangan yang matang.

Menjatuhkan talak dengan keadaan takut atau khawatir tidak mampu untuk menegakkan hukum-hukum Allah (jika tetap bersama istrinya).

Hendaknya tujuan dari menjatuhkan talak bukan untuk menyengsarakan istri.

Hendaknya menalak istri dalam kondisi memang dia sudah tidak memungkinkan lagi untuk tetap menjadi istri

Hendaknya tidak menjatuhkan talak tiga secara sekaligus, juga jangan menjatuhkan talak dua. Namun hendaknya menjatuhkan talak satu dan diucapkan hanya satu kali saja. Misalnya ketika seseorang menjatuhkan talak satu maka dia tidak boleh mengucapkan, “Engkau aku talak, engkau aku talak.”

Hendaknya menceraikan istri dengan cara yang diizinkan syariat, yakni talak yang sesuai dengan sunnah. Seperti menalak istri harus dalam keadaan suci dan tidak dalam kondisi telah dicampuri (setelah berada dalam masa suci itu), atau boleh juga menalaknya pada saat hamil. Seseorang dilarang menalak istrinya yang sedang haid, dan jika dia terlanjur melakukan itu maka harus merujuknya lagi dan menunggu sampai suci. Kemudian jika telah suci maka hendaknya ia menalak dengan tidak menggaulinya lebih dahulu. Akan tetapi yang lebih utama adalah hendaknya dia membiarkan istrinya haid lagi, baru kemudian menalaknya dalam masa suci dari haid yang ke dua ini.

Apabila seorang suami telah menalak istrinya di masa suci ini (dengan tidak menggaulinya lebih dulu) maka hendaknya dia membiarkan hingga habis masa iddahnya. Seorang suami mempunyai hak untuk rujuk (kembali) sebelum habis masa tiga kali haid dari istri yang ditalaknya, atau belum habis masa iddahnya. Jika wanita tersebut telah mengalami tiga kali haid maka berarti telah selesai masa iddahnya sehingga wanita tersebut halal untuk dinikahi oleh laki-laki lain. Jika mantan suaminya ingin kembali lagi maka dia harus khitbah (melamar) lagi dan melangsungkan akad dengan akad yang baru.

Talak hendaknya tidak dilakukan dalam keadaan sedang marah.

Hendaknya ada saksi atas terjadinya talak tersebut.

Hendaknya menalak dengan cara yang baik, bukan cara-cara buruk, bukan dengan kalimat yang buruk, penuh kebencian dan permusuhan.

Termasuk salah satu keluwesan dan keindahan hukum Islam adalah disyari’atkannya beberapa bilangan talak. Ini dengan tujuan memberikan kesempatan kepada para suami untuk menguji coba keputusannya. Jika memang keputusannya untuk talak adalah tepat, maka hendaklah dia bersabar dan melepaskan istrinya tersebut. Dan jika ternyata sang suami salah dalam mengambil keputusan atau dia tidak mampu bersabar maka dia dapat meraih kembali apa yang baru saja terlepas. Jumlah talak adalah tiga kali talak, sebagai batas maksimal sehingga setelah itu tidak ada talak lagi.

Demikianlah di antara beberapa adab talak syar’i, maka apakah kaum muslimin telah memperhatikan adab-adab ini? Sungguh kalau kita perhatikan maka masih amat banyak kaum muslimin yang tidak tahu masalah ini, tidak faham terhadap hukum-hukum berkaitan dengan talak. Dan yang lebih disayangkan lagi adalah masih ada di antara umat Islam yang terpelajar sekali pun tidak mengetahui permasalah seputar talak. Ini merupakan indikasi bahwa masih banyak ummat Islam yang beramal tanpa ilmu, atau kurang perhatian terhadap ilmu, atau enggan meredam hawa nafsu dengan kendali syariat. Maka amat banyak kita dapati kasus perceraian hanya dengan sebab yang sangat sepele, atau menjatuhkan cerai ketika sedang ada pertengkaran, atau seorang suami menceraikan istrinya yang sedang haid atau dia suci namun telah digauli lebih dahulu sebelumnya. Kemudian setelah sadar akan kekeliruannya baru bertanya kepada para ulama atau mufti, dan yang lebih menyedihkan lagi terkadang ada di antara suami yang merubah alur cerita tidak sesuai dengan fakta, dengan tujuan agar mendapatkan fatwa sesuai dengn yang diinginkannya.

Dengan dijatuhkannya talak satu maka bisa jadi seorang istri dirujuk lagi oleh suaminya, dan kembali menjadi satu keluarga bersama anak-anaknya, sebagaimana firman Allah, artinya,
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (QS. 65:1)

Seorang istri jika ditalak oleh suaminya dengan talak raj’i (talak yang bisa rujuk dalam masa iddah) maka selayaknya dia tetap tinggal bersama serumah dengan suaminya, dan masing-masing pihak berusaha mencari jalan keluar barangkali akan terjadi rujuk, baik dengan ucapan ataupun perbuatan suami. Seandainya ummat Islam mau mengikuti petunjuk Kitabullah dan as-Sunnah serta menerapkan adab-adab yang diwajibkan atau dianjurkan maka niscaya tidak akan menghadapi berbagai masalah bertubi-tubi dan tak terhitung. Amat banyak problem rumah tangga yang pada akhirnya berujung dengan penyesalan dan kerugian. Lebih-lebih jika suami terlanjur menjatuhkan talak tiga atau talak yang tidak ada rujuk lagi, maka segala penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Berapa banyak para suami dan istri yang menyesal, berapa banyak anak-anak yang terlantar dan berantakan kehidupannya, gara-gara sebuah keputusan dan pertimbangan yang kurang matang.

Apa yang disyari’atkan Allah terkait dengan masalah talak ini benar-benar mengandung hikmah yang mendalam, di antaranya adalah mempersempit ruang gerak para suami agar tidak mudah atau gampang menjatuhkan talak. Sehingga Allah mengaturnya agar tidak menalak ketika sang istri sedang haid, atau ketika dia suci namun sudah digauli lebih dahulu. Hal ini untuk meredam rencana seorang suami yang akan menalak istrinya serta memberikan kesempatan untuk berfikir dan mempertimbangkan kembali. Tidaklah bagus dan proporsional jika seorang suami menjatuhkan talak terhadap istrinya kecuali ketika dia dalam sikap dan keadaan adil terhadap keputusannya.

Seharusnya seorang laki-laki terlebih dahulu mempertimbangkan masak-masak ketika memilih istri. Hendaknya jangan menikahi wanita yang tidak diinginkan dan hendaknya siap menerima keadaan sang istri tersebut apa adanya (qana’ah), lebih-lebih bagi mereka yang ada rencana untuk ta’addud (poligami). Karena pada umumnya orang yang sering menikah maka dia sering mencerai juga, padahal wanita adalah syaqaiq (bagian) dari laki-laki, berasal dari jiwa yang satu. Mereka bukanlah mainan untuk dipermainkan, bukan untuk berbangga-banggaan seorang laki-laki karena banyak nenikahi wanita dan banyak mencerai.

Bahkan prinsip dasar pernikahan dalam Islam adalah menikahi wanita untuk menjadi istrinya sepanjang hidup. Apabila pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan telah berlangsung maka babak selanjutnya adalah peran kedua belah pihak untuk menjawab berbagai tantangan dan problem rumah tangga, karena rumah tangga tidak akan sepi dari masalah. Seorang suami tidak dibolehkan menjadikan talak sebagai senjata pamungkas untuk mengancam, menekan dan memprovokasi istrinya, sedikit-sedikit bilang, “Awas kamu akan kuceraikan.” Ini selain manyakiti batin istri juga akan menambah keretakan rumah tangga dan menjauhkan hati suami dan istri. Namun hendaknya talak merupakan akhir dari pemecahan suatu masalah setelah berbagai cara yang ditempuh menemui jalan buntu dan diperkirakan jika terus dipertahankan maka keadaan rumah tangga semakin memburuk.

Kami memohon kepada Allah agar Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin, dan agar memberikan taufik kepada mereka untuk menempuh jalan Islam. Sesungguhnya Dia adalah Pemegang segala urusan dan Maha Kuasa untuk melakukan semua itu.

Sumber: “Tsalatsun majlisan fi irsyadil ummah” hal 88-92 bab 15 ath-Thalaq, Dr. Ahmad bin Sulaiman al-Uraini (Khalif)

Tips Mengetahui Pacar Yang Bohong

Salah satu sarana ampuh mempertahankan hubungan cinta adalah menjalin komunikasi yang lancar, komunikasi yang jujur. Masalahnya, mengapa orang takut berkata jujur?

Orang berbohong karena orang merasa tidak nyaman jika mengatakan kebenaran. Jika berbohong, kata Dr Jackie Black dalam bukunya berjudul Meeting Your Match: Cracking The Code to Successful Relationship, laki-laki akan menjadi tidak setegas biasanya. Jika menghadapi pertanyaan langsung, laki-laki akan mengelak atau menjawab "tidak tahu". Untuk mengetahui apakah pasangan Anda berbohong atau tidak, Anda tidak perlu mesin poligraf. Anda hanya cukup memperhatikan gerak-geriknya.

Menyentuh hidung
Salah satu gelagat paling kelihatan ketika orang berbohong adalah sering menyentuh hidungnya. Gatal? Mungkin ya. Tapi mungkin juga tidak jika dihadapkan pada konteks pembicaraan serius. Sekalipun menyentuh hidung tidak bisa dibilang secara tegas dan pasti bahwa itu adalah bahasa kebohongan, gerakan menyentuh hidung secara tak sadar itu bisa menjadi indikasi langsung bahwa orang tak siap berkata apa adanya. Pada titik ini Anda bisa belajar dari pengalaman dan kebiasaan orang yang berkata tidak benar dan jujur. Saat itu, tanpa sadar dan tanpa sengaja, mereka akan menyentuh hidungnya.

Gaya bicara
Orang yang tidak berbohong biasanya langsung menjawab pertanyaan Anda. Anda tanya itu, dia akan jawab itu. Sederhana saja. Tapi perhatikan perubahan gaya bicaranya. Jika dia berbohong, gaya bicaranya akan berubah. Yang dulunya sederhana, kini berubah rumit. Kompleks. Kalimatnya menjadi sangat panjang, bertele-tele, sering tak menyentuh isi dan tak menjawab pertanyaan. Bisa jadi diksinya dipaksa rumit dan terkesan "wah", intelektual dan berisi. Padahal logikanya sering kusut. Tak nyambung. Antara satu hal dan hal lain tak saling berkaitan. Semacam ada lompatan yang patah. Sekalipun poin ini pun tak bisa dipersiskan sebagai tanda bahwa orang pasti berbohong, kejelian tetap saja dibutuhkan untuk memegang ekor kesalahan logika (berpikir maupun berbahasa).


Kelakuan yang berbeda dari biasanya
Tanda lain yang bisa Anda pegang dari orang yang tak berkata jujur adalah kelakuan yang berbeda. Lain dari biasanya. Anda harus ingat bahwa kelakuan atau tindakan berhubungan dengan pikirannya. Kalau dia tak ingin Anda tahu apa yang terjadi sebenarnya, gerakannya pasti mendukung. Ada beberapa gerakan atau kelakuan yang bisa Anda perhatikan, antara lain, menggosok leher atau mata, menutupi mulut ketika berbicara, menggaruk-garuk kepala atau memegang telinga, dan menggerakkan leher tapi tak sesuai dengan kalimatnya sendiri. Menggosok mata, misalnya. Dalam ilmu psikologi, gerakan itu bisa menjadi representasi dari penolakannya, bentuk pengalihan emosinya. Demikian pun menutup mulut. Apalagi setelah berbicara, orang itu cepat-cepat menutup mulut dan sedikit kaget. Itu satu tanda yang jelas. Atau juga menggaruk-garukan kepala. Coba Anda perhatikan baik-baik kelakuannya. Kalau dia berkata jujur dan benar, dia tak perlu menggarukkan kepalanya. Menggaruk kepala punya hubungan erat dengan mekanisme perlindungan diri. Semacam tindakan untuk mengalihkan perhatian dan pembicaraan orang lain. Demikian juga dengan gerakan menggosok leher. Gerakan itu bisa merupakan bentuk pengalihan emosinya.

Jeda dan kesalahan bicara
Ini terjadi disebabkan ketidaksiapan berbohong. Orang yang tidak siap berbohong akan gelagapan, gagap atau terbata-bata dalam mengantisipasi pernyataan atau konfirmasi, bahkan salah menjawab atau berbicara. Jeda yang terlalu panjang dalam pembicaraan pun bisa menjadi indikator. Itu artinya orang itu berpikir panjang bagaimana mesti mengatakan sesuatu. Meskipun elemen ini juga tidak bisa dijadikan patokan pasti, elemen ini tetap saja perlu diperhatikan dalam dialog atau upaya menyingkap kebenaran. Untuk itu, Anda tetap harus mengetahui perilaku dasar orang itu, mempelajari pola bicara, bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Cermati kapan perubahannya. Karena itu, sebisa mungkin hindari komunikasi via SMS, telepon atau email. Tanpa berhadapan langsung, Anda akan sulit mengamati perubahan yang terjadi. Itu berarti Anda juga akan sulit tahu apakah dia berbohong atau tidak.

Bertolak belakang
Seseorang yang suka berkata tak jujur kemungkinan besar sangat benci yang namanya detail atau rincian. Orang itu lebih suka berbicara hal-hal umum. Mengapa? Karena hal-hal yang detail akan menyulitkannya untuk mengatakan maksudnya. Mengatakan secara detail sama dengan membongkar kebohongannya. Dan itu biasanya dihindari. Kalau pun dia mencoba bermain dengan hal-hal yang rinci, pasti ada yang tak nyambung. Karena itu, kalau Anda ingin tahu apakah dia berbohong atau tidak, ajak dia bermain dengan hal-hal kecil dan rinci. Kalau dia mulai sulit dan tak bisa runut dengan jelas, kemungkinan besar dia sudah membohongi Anda. Apalagi kalau dia marah ketika Anda menyoal hal-hal itu. Atau dia menghindar. Itu indikator yang jelas.

Rona wajah
Kalau Anda berbicara dengan seseorang, perhatikan rona wajahnya. Kalau rona wajahnya tidak berubah seperti sebelumnya, Anda masih bisa percaya pada orang itu. Tapi ketika Anda menyentil sesuatu dan rona wajahnya tiba-tiba berubah, sekalipun dia mangatakan "tidak", dia sedang menyembunyikan sesuatu. Atau juga dia kaget dan kemudian takut kalau-kalau Anda mengetahui maksudnya. Jika sudah demikian, Anda akan dengan mudah memancingnya untuk mengatakan yang sebenarnya. Pandanglah matanya dan perhatikan rona wajahnya. Ingat, pembohong yang hebat pun pasti tak mampu mengendalikan gerak spontan otot-otot wajah bagian atas. Otot wajah bagian atas itu bereaksi sangat cepat sesuai dengan emosi.

Bohong yang dapat ditolerir

Bahwasanya ada 3 macam bohong yang dapat ditolerir atau diperbolehkan :
1. Berbohong dengan tujuan untuk menyenangkan hati istri atau suami. Semisal berbohong mengenai masakan istri.

2. Berbohong dengan tujuan untuk mendamaikan 2 orang atau golongan yang sedang berselisih. Misalkan dengan mengatakan kepada ke2nya bahwa masing-masing berbuat baik satu sama lain.

3. Berbohong dengan tujuan untuk menyelamatkan jiwa seseorang. Misalkan berbohong kepada penjahat yang akan membunuh orang lain dengan mengatakan orang tersebut (yang akan dibunuh) sedang pergi atau telah pindah tempat tinggal.


Dikutip dari : Salah satu ceramah Bapak H. Zainuddin MZ di salah satu media telekomunikasi suara di Palembang.

I miss u...

I miss you,
As a long stove firewood
Or leaves a longing for moisture

I miss
At that decorated the way you smell in the morning
Like a breath of air in the song sparrow on the branch fascicle time

I miss
Like water splashing missed vision
Or the procession of white clouds that missed hearing
Or miss the rainbow river

I miss
Want to flirt in her fog
Wanted to hold votes
Want to immerse taste
With you

Rabu, 19 Januari 2011

Sikap Seorang Mukmin Dalam Menghadapi Musibah


Sebagai hamba Allâh Ta'ala, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.

Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs al-Anbiyâ’/21:35)

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya),
dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan
(Qs al-Anbiyâ’/21:35)




Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:

“(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1]



KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA'ALA

Allâh Ta'ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs al-Anfâl/8:24)

Hai orang-orang beriman,
penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul-Nya
yang mengajak kamu kepada suatu
yang memberi (kemaslahatan)[2] hidup bagimu
(Qs al-Anfâl/8:24)


Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allâh Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allâh Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allâh Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam secara lahir maupun batin”[3].

Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs Hûd/11:3)

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya.
(Jika kamu mengerjakan yang demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia)
sampai kepada waktu yang telah ditentukan
dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)”
(Qs Hûd/11:3)



Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:

“Dalam ayat-ayat ini Allâh Ta'alamenyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. [4]



SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH

Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta'ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta'ala membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta'ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.

Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta'ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta'ala dalam firman-Nya:

(Qs at-Taghâbun/64:11)

Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang)
kecuali denga izin Allâh;
barang siapa yang beriman kepada Allâh,
niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya.
Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu
(Qs at-Taghâbun/64:11)


Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:

“Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh Ta'ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh Ta'ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh Ta'ala tersebut, maka Allâh Ta'ala akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh Ta'ala akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”[5]

Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.

Meskipun Allâh Ta'ala dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allâh Ta'ala dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin.

Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:

“Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allâh Ta'ala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut.

Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).

Sungguh Allâh Ta'ala telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya:

”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allâh apa yang tidak mereka harapkan”
(Qs an-Nisâ/4:104).

Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allâh Ta'ala."[6]



HIKMAH COBAAN

Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allâh Ta'ala jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allâh Ta'ala.

Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allâh Ta'ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya.

Dengan sikap ini, Allâh Ta'ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allâh Ta'ala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:

“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”.[7]

Maknanya: Allâh Ta'ala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta'ala.[8]

Di antara hikmah yang agung tersebut adalah:
1.
Allâh Ta'ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta'ala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta'ala[9].

2.

Allâh Ta'ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta'alamencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.[10]

Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :

“Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[11]


3.

Allâh Ta'ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta'ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta'ala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12]

Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :

”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”[13]

PENUTUP

Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullâh tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allâh Ta'ala takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:

“Dan Allâh Ta'ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullâh). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allâh Ta'ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya.

Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullâh), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat).

Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.

chobitsmails.net
chobitsmails.net

Apakah Cinta Itu??

Hari minggu kemarin kebetulan teman-teman anak gadis saya sedang berkumpul dan bermain bersama di teras rumah. Mereka terlihat sedang memainkan sebuah permainan yg mereka sebut dengan 'anak-anakan'. Ada yg jadi ibu, ada yg jadi ayah, ada yg jadi anak, bahkan ada pula yg jadi kakek dan juga neneknya. Mereka seolah sedang mengapresiasikan arti cinta dalam sebuah keluarga. Lalu karena penasaran sayapun mencoba mendekati mereka dan memberi mereka satu pertanyaan.

Apa sih arti cinta menurut kalian??

Simaklah apa jawaban yg saya dapat dari mereka berikut ini,

Devi, 8 tahun,
"cinta itu adalah ketika Ibu sedang terbaring pusing (sakit) dan Ayah sibuk memasak mie instan untuk saya dan kemudian membuatkan teh pahit untuknya."

Shinta, 5 tahun,
"cinta itu adalah ketika saya sedang menangis dan kemudian kakak saya memberikan sebagian kue yg sedang dimakannya"

Lia, 6 tahun,
"cinta itu adalah ketika Ibu saya membuatkan kopi untuk Ayah dan dia menyesapnya terlebih dahulu untuk memastikan rasanya enak"

Shasa, 7 tahun,
"cinta itu adalah ketika nenek saya yg sudah tidak bisa membungkuk lagi untuk merapikan kuku kakinya dan lalu kakek membantu merapikan dan bahkan mengecatkannya sekalian"

Viko, 8 tahun,
"cinta itu adalah ketika Mama sadar bahwa Papa sedang berkeringat, kotor dan bau tapi masih juga mengatakannya lebih tampan daripada Mike Lewis"

Yup... cinta memang relatif.
mereka yg tidak menyukainya menyebutnya tanggung jawab...
mereka yg bermain dengannya menyebutnya sebuah permainan...
mereka yg tidak memilikinya menyebutnya sebuah impian...
mereka yg mencintai menyebutnya takdir...

kadang Tuhan yg mengetahui yg terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita...
kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmah-Nya bisa tertanam dalam-dalam...
jika kita kehilangan cinta, maka pasti ada alasan di baliknya...
alasan yg kadang sulit untuk dimengerti.
namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yg lebih baik...
tunggulah saat-saat itu tiba.

mengapa menunggu??
karena walaupun kita ingin mengambil keputusan, kita tidak ingin tergesa-gesa...
karena walaupun kita ingin cepat-cepat, kita tidak ingin sembrono...
karena walaupun kita ingin segera menemukan orang yg kita cintai, kita tidak ingin kehilangan jati diri kita dalam proses pencarian itu...

jika ingin berlari, belajarlah berjalan duhulu...
jika ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu...
jika ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu...
pada akhirnya, lebih baik menunggu orang yg kita inginkan, daripada memilih apa yg ada...
tetap lebih baik menunggu orang yg kita cintai, daripada memuaskan diri dengan apa yg ada...
tetap lebih baik menunggu orang yg tepat, sebab hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yg salah...
karena menunggu mempunyai tujuan yg mulia dan misterius...

bunga tidak mekar dalam waktu semalam...
kota Roma tidak dibangun dalam sehari...
kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan...
cinta yg agung terus tumbuh selama kehidupan...
kebanyakan hal yg indah dalam hidup memerlukan waktu yg lama...
dan penantian kita tidaklah sia-sia...
walaupun menunggu membutuhkan banyak hal, iman, keberanian dan pengharapan...
penantian menjanjikan satu hal yg tidak dapat seorangpun bayangkan pada akhirnya...
Tuhan dalam segala hikmah-Nya, meminta kita menunggu karena alasan yg penting...

So... apa arti cinta menurut kalian??

Selasa, 18 Januari 2011

Bersiap Menghadapi Kehilangan

Bila Anda siap MENDAPATKAN, sudahkan Anda juga siap KEHILANGAN?

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Dari mulai marah-marah, menangis, protes pada takdir, hingga bunuh diri. Masih ingatkah Anda pada tokoh-tokoh ternama, yang tega membunuh diri sendiri hanya karena sukses mereka terancam pudar?

Barangkali kisah yang diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns berikut ini, dapat memberikan inspirasi. Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan. Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. "Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok," gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank. "Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno," kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor.

Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar. Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan toples. Setelah ia membeli lembaran kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur. Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, "Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi? Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN Allah. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Ada kalimat yang bijaksana dalam menempatkan diri dalam kehidupan: "Kemenangan hidup bukan berhasil mendapat banyak, tetapi ada pada kemampuan menikmati apa yang didapat tanpa menguasai. HIDUPLAH SEPERTI ANAK-ANAK YANG DAPAT MENIKMATI TANPA HARUS MENGUASAI."